Anak adalah karunia yang tak terhingga. Bukan hanya buah hati dan penyejuk mata, bahkan keberadaan mereka adalah ladang pahala. Ketika anak-anak tersebut melakukan kebaikan beramal saleh, maka orang tua akan mendapat bagian pahala Bahkan ketika orang tua telah tiada sekalipun. Maka bersyukur dengan kehadiran seorang anak adalah kewajiban atas setiap orang tua.
Di antara bentuk syukur tersebut adalah berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menanamkan akhlak yang baik kepada mereka. Membiasakan buah hati untuk berbudi pekerti luhur sejak dini. Bahkan, pembekalan dengan adab yang mulia adalah pemberian terbaik dari orang tua untuk anak mereka. Bukan dengan tumpukan harta, tidak pula dengan kemewahan dunia lainnya. Rasulullah bersabda:
مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدَهُ مِنْ تُحْلِ أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ
“Tidaklah seorang ayah memberikan pemberian kepada anaknya yang lebih baik dari pada adab yang bagus.” [H.R. At Tirmidzi dari Shahabat Said bin Al Ash]. Harta akan sirna, dunia akan berlalu dan fana. Bahkan, dunia adalah sumber konflik antar sesama manusia. Betapa banyak kezaliman karena ambisi dunia. Berbeda dengan pemberian terbaik berupa akhlak yang mulia ini, kehidupan akan adem damai sejahtera. Baik saat hidup di dunia, ataupun kehidupan setelah kematiannya.
Anak adalah di antara manusia yang paling berhak mendapatkan kebaikan dari orang tua. Sebagaimana orang tua berusaha mencukupi kebutuhan lahiriyahnya; berupa makan, pakaian, dan tempat tinggal, demikian pula mereka wajib memenuhi kebutuhan rohaninya, yaitu iman dan takwa. Iman dan takwa ini akan terwujud dalam akhlak yang mulia. Karena, akhlak yang mulia mencakup akhlak kepada Allah serta akhlak kepada sesama. Bahkan dengan akhlak yang mulia ini, dunia yang terlewatkan tidaklah menjadi masalah. Justru dengannya Allah menjamin dunia seseorang.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
أَرْبَعُ إِذَا كُنَّ فِيْكَ فَلَا عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنَ الدُّنْيَا صِدْقُ الحَدِيثِ وَحِفْظُ الأَمَانَةِ وحسي الخَلْقِ وَعِفَّةُ مَطْعَم
“Empat hal, apabila empat hal ini pada padamu, tidak akan membahayakanmu dunia yang terlewatkan darimu: jujur dalam pembicaraan, menjaga amanah, akhlak yang baik, dan menjaga kehormatan dalam makan.” [H.R. Ahmad, Al Hakim dan yang lainnya dari Shahabat Abdullah bin Umar].
Menyia-nyiakan pendidikan akhlak pada anak akan berakibat sangat fatal. Bukan hanya dunia yang akan terkorbankan bahkan akhiratnya. Sungguh ironis, saat orang tua cenderung berlebihan dalam memenuhi kebutuhan duniawi anak, namun hampir tidak peduli terhadap akhlaknya. Tidak ambil pusing mau berteman dengan siapa, atau bergaya hidup model apa? Bahkan tidak peduli terhadap salat dan ibadahnya.
Contoh lain kekeliruan orang tua adalah tidak memperhatikan gaya busana anak balitanya. Model dan jenis pakaian yang tidak mencerminkan budaya islami, dengan dalih masih kecil Mengabaikan masalah ini, walaupun tampak sepele, akan merembet pada masalah yang lain. Memang, pembelajaran adab dan akhlak sangat luas, mencakup semua sisi kehidupan manusia. Sementara akhlak dan adab harus ada pembiasaan dan pembelajaran sejak dini. Bukan sebuah sifat yang ada secara spontan ataupun tiba-tiba. Shahabat Abdullah bin Mas’ud berkata:
حَافِظُوا عَلَى أَبْنَائِكُمْ فِي الصَّلَاةِ ثُمَّ تَعَوَّدُوا الْخَيْرَ فَإِنَّمَا الْخَيْرُ بِالْعَادَةِ
“Jagalah salat pada anak-anak kalian! Kemudian biasakan kebaikan, karena kebaikan itu dengan pembiasaan.” (Riwayat Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubro) Harus ada pelatihan dan penempaan, dan hal itu pada usia dini akan sangat bagus sekali.
Oleh sebab itulah, para salaf, mereka mendidik anak-anak mereka, memberikan pelajaran akhlak dan adab ini sejak dini. Model tarbiah seperti inilah yang telah berhasil melahirkan para tokoh dunia. Lihatlah persaksian Iman Malik ! Beliau mengatakan, “Dahulu ibundaku selalu menyiapkan imamahku saat aku masih kecil, sebelum berangkat ke majelis ilmu. Ibu berpesan, ‘Wahai Malik, ambillah adab dari gurumu sebelum ilmunya’.” [Siar A’lamin Nubala’].
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Dahulu para ulama, mereka tidak mengizinkan anak-anak mereka untuk keluar menuntut ilmu, sampai mereka belajar adab dan belajar beribadah selama dua puluh tahun.” [Hilyatul Auliya]. Demikian pula, Ibrahim bin Habib bin Asy Syahid berkata, “Ayah pernah berkata kepadaku, ‘Wahai anakku, datangilah para ahli fikih dan para ulama! Belajarlah dari mereka; adab, akhlak, dan sifat mereka! Sesungguhnya hal itu lebih aku senangi dari pada jumlah hadits yang banyak’.” [Al Jami’ li Akhlaqi Rawi].
Demikianlah sekelumit keteladan para ulama salaf dalam menempa putra putri mereka untuk menanamkan akhlak dan adab yang mulia. Hal ini sekaligus sebagai bukti tentang pentingnya pembentukan akhlak mulia sejak usia dini. Membiasakan anak dengan akhlak mulia, selain berpahala dari sisi sebagai pelaksanaan tanggung jawab sebagai orang tua, juga dari sisi setiap kebaikan yang dilakukan anak, maka orang tua mendapat bagian pahalanya. Masya Allah, kebaikan yang tiada terputus, walaupun orang tua telah tiada. Allahu A’lam.
#Buku Parenting Syar’i