Cita-cita keluarga muslim adalah menjadikan anak-anaknya seorang penghafal Al-Qur’an, namun perjalanan dalam menghafal Al-Qur’an perlu dimulai dari sejak dini. Bagaimana pandangan ulama tentang hal ini? Dan apa saja yang perlu diketahui sebelum ayah dan ibu mendidik buah hatinya?
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bercerita bahwa sejak usia dini dia sudah diajarkan Al-Qur’an, karena pada saat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat beliau berumur 10 tahun (dalam riwayat lain pada saat sudah dikhitan) dan dia sudah hafal surat-surat mufashshal, yaitu surat antara surat Qaf sampai surat An-Naas.
Dari sini Ibnu Katsir rahimahullah berkesimpulan bahwa mengajarkan Al-Qur’an sejak usia dini diperbolehkan, bahkan hukumnya bisa menjadi mustahab atau wajib tergantung maslahat pada anak, seperti seorang anak memiliki kedewasaan yang lebih dibandingkan dengan teman sebayanya atau dianugerahi oleh Allah kemampuan hafalan diatas rata-rata anak seusianya. hanya saja ada sebagian ulama yang menyebutkan bahwa hukum mengajarkan Al-Qur’an kepada anak dikala anak tidak memahami apa yang dibaca adalah makruh, namun hendaknya menunda sampai anak tersebut sudah mulai memahami dan mulai masuk usia tamyiz, kemudian diajarkan sedikit demi sedikit sesuai dengan semangat dan kemampuan akalnya. Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah pendapat pertama yang dikemukakan oleh Ibnu Katsir rahimahullah.
Diantara cara pembelajaran Al-Qur’an yang baik untuk usia dini adalah pembelajaran secara bertahap, sebagaimana anjuran Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu dengan mentalqin 5 ayat, setelah hafal dengan baik dilanjut 5 ayat. Inti dari pembelajaran ini adalah konsisten dan memberikan porsi yang sedikit, tidak harus 5 ayat, artinya jika seorang anak hanya mampu 1 ayat dan dia konsisten untuk menambah 1 ayat serta memurajaah hafalan yang dibaca, maka ini adalah cara terbaik, daripada menghafal banyak ayat kemudian berhenti untuk menghafal.
Manfaat mengajarkan anak sejak dini menurut Ibnu Katsir diantaranya:
1. seorang anak yang sejak dini diajarkan Al-Qur’an, maka dia masuk usia baligh dalam keadaan memahami apa yang dibaca ketika shalat, dengan syarat dalam pembelajarannya memadukan hafalan dan pemahaman sebagaimana dahulu para sahabat.
2. menghafal di masa kecil lebih utama dari menghafal masa dewasa, karena pada usia dewasa banyak hal yang membuat tidak fokus, seperti memiliki tanggung jawab keluarga, bekerja dll, walaupun hal ini bukan penghalang bagi sebagian orang.
3. menghafal di usia kecil lebih melekat dan kokoh di pikiran anak. Seperti ungkapan pepatah “belajar di waktu kecil seperti mengukir diatas batu”.
Akan tetapi sebagian salaf memberikan catatan dalam pengajaran Al-Qur’an di usia dini agar diberikan porsi waktu untuk bermain sehingga semangat untuk membaca Al-Qur’an muncul dan supaya dia tidak tertekan lalu membuat dia malas atau berpaling dari belajar Al-Qur’an lalu memilih bermain.
Sumber: Ad-Dimasyqi, Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi (2000 M – 1420 H). Tafsir Al-Qur’an Al-’Adzim (Cetakan. 1). Beirut – Dar Ibn Hazm. 42